bisnis online

Kamis, 12 Juni 2014

Orientasi Pengembangan Kurikulum


A.    Pengertian Pengembangan Kurikulum
Pengembangan kurikukulum adalah proses perencanaan kurikulum agar menghasilkan rencana kurikulum yang luas dan spesifik. Proses ini berhubungan dengan seleksi dan pengorganisasian berbagai  komponen situasi belajar –mengajar, antara lain penetapan jadwal pengorganisasian kurikulum dan spesifikasi  tujuan yang disarankan, mata pelajaran, kegiatan, sumber dan alat pengukur  pengembangan kurikulum yang mengacu pada kreasi sumber-sumber unit, rencana unit, dan garis pelajaran kurikulim ganda lainnya, untuk memudahkan proses  belajar mengajar.[1]
Berikut ini adalah  karakteristik dalam pengembangan kurikulum:
a.       Rencana kurikukum harus dikembangkan dengan tujuan (goals dan general objectives ) yang jelas. Salah satu maksud utama rencana kuikulum adalah mengindentifikasikan cara untuk tercapainya tujuan.
b.      Suatu program atau kegiatan yang dilaksanakan disekolah merupakan bagian dari kurikulum yang dirancang selaras dengan prosedur pengembangan kurikulum.
c.       Rencana kurikulum yang baik dapat menghasilkan terjadinya proses belajar yang baik, karena berdasarkan kebutuhan dan minat siswa.
d.      Rencana kurikulum harus mengenalkan dan mendorong diversitas diantara para pelajar. Proses belajar akan menyenangkan jika rencana kurikulum menyediakan berbagai kesempatan yang memungkinkan mereka mengembangkan potensi pribadi, melakukan berbagai kegiatan , dan memanfaatkan berbagai sumber disekolah.
e.       Rencana kurikulum harus menyiapkan semua aspek situasi belajar mengajar, seperti tujuan , konten, aktifitas, sumber, alat pengukuran, penjadwalan, dan fasilitas yang menunjang.
f.       Rencana kurikulum harus dikembangkan sesuai dengan karakteristik siswa pengguna . oleh karena itu, pengembangan kurikulum harus mengandung gagasan yang jelas tentang tahapan kognitif, kebutuhan perkembangan, gaya belajar, prestasi awal, konsep diri sebagai pelajar, dan lain-lain.
g.      The subject arm approach adalah pendekatan kurikulum yang banyak digunakan disekolah. Penggunaan pendekatan lain pada semua program sekolah juga diperlukan, untuk menjaga keseimbangan dan memenuhi tujuan pendidikan yang luas serta dipersitas kebutuhan dikalangan siswa.
h.      Rencana kurikulum harus memberikan fleksibilitas untuk memungkinkan terjadinya perencanaan guru-siswa memberi kesempatan bagi siswa untuk mempelajari keterampilan perencanaan.
i.        Rencana kurikulum harus memberikan fleksibilitas yang memungkinkan masuknya ide-ide spontan selama terjadinya interaksi antara guru dan siswa dalam situasi  belajar yang khusus.
j.        Rencana kurikulum sebaiknnya merefleksikan  keseimbangan antara kognitif, afektif dan psikomotorik.[2]

B.     Sejarah Perjalanan Orientasi Kurikulum di Indonesia
Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya dua tahun sebelum pendidikan di Indonesia di katakan berjalan walaupun masih apa adanya. Pendidikan tidak akan lepas dari prosesi pembelajaran yang harus dilalui dalam setiap jenjang pendidikan, atau yang biasa disebut dengan kurikulum pendidikan. Begitu pula pada awal berdirinya pendidikan di Indonesia, kurikulumnya pun masih bias dikatakan belum rapi.Dari waktu kewaktu kurikulum pendidikan di Indonesia selalu berusaha untuk disempurnakan, namun hingga saat ini pendidikan di Indonesia belum mendapatkan formulasi kurikulum yang tepat dan pas.
Alangkah baiknya kita melihat dulu perjalanan kurikulum pendidikan di Indonesia sebelum mempunyai anggapan mengapa kegagalan selalu menghinggapi pendidikan di Indonesia.[3]

1.      Rencana Pembelajaran Tahun 1947
Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah leer plan. Dalam bahasa Belanda, artinya rencana pelajaran, lebih popular ketimbang curriculum (bahasa Inggris).Perubahan kisi-kisi pendidikan lebih bersifat politis: dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Asas pendidikan ditetapkan Pancasila. Rencana Pelajaran 1947 baru dilaksanakan sekolah-sekolah pada 1950. Sejumlah kalangan menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali dari Kurikulum 1950. Bentuknya memuat dua hal pokok: daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, plus garis-garis besar pengajaran.
Rencana Pelajaran 1947 mengurangi pendidikan pikiran. Yang diutamakan pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat, materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani.

2.      Rencana Pembelajaran Terurai Tahun 1952
Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut Rencana Pelajaran Terurai 1952. “Silabus mata pelajarannya jelas sekali. seorang guru mengajar satu mata pelajaran,” kata Djauzak Ahmad, Direktur Pendidikan Dasar Depdiknas periode 1991-1995. Ketika itu, di usia 16 tahun Djauzak adalah guru SD Tambelan dan Tanjung Pinang, Riau.
Di penghujung era Presiden Soekarno, muncul Rencana Pendidikan 1964 atau Kurikulum 1964. Fokusnya pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral (Pancawardhana). Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.

3.      Rencana Pendidikan Tahun 1964
Awalnya pada tahun 1947, kurikulum saat itu diberi nama Rentjana Pelajaran 1947. Pada saat itu, kurikulum pendidikan di Indonesia masih dipengaruhi sistem pendidikan kolonial Belanda dan Jepang,. Rentjana Pelajaran 1947 boleh dikatakan sebagai pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda. Karena suasana kehidupan berbangsa saat itu masih dalam semangat juang merebut kemerdekaan maka pendidikan sebagai development conformism. Setelah Rentjana Pelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan, diberi nama Rentjana Pelajaran Terurai 1952. Yang paling menonjol dan sekaligus ciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum di Indonesia. Kali ini diberi nama Rentjana Pendidikan 1964. Pokok-pokok pikiran kurikulum ini adalah bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana, yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan dan jasmani.

4.      Kurikulum 1968
Kelahiran kurikulum ini bernuansa politik, mengganti produk orde lama menjadi produk orde baru. Tujuan kurikulum ini adalah pada pembentukan manusia pancasila sejati. Kurikulum 1968 ini menekankan pendekatan organisaasi materi pelajaran, kelompok pembinaan pancasila, pengetahuan dasar dan pengetahuan khusus. Jumlah materi yang diajukan adalah 9 buah.
Kurikulum ini disebut kurikulum bulat. Kurikulum yang hanya memuat mata pelajaran pokok saja. Muatan pelajarannya-pun bersifat teoritis, tidak mengaitkan materi pelajaran dengan permasalahan factual dilapangan. Titik tekan terberat hanya pada materi apa yang tepat yang harus diberikan kepada siswa disetiap jenjang yang harus dilalui.

5.      Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 sebagai pengganti kurikulum 1968, menekankan pada tujuan agar pendidikan lebih efektif dan efisien. Yang melatar belakangi berdirinya kurikulum ini adalah pengaruh konsep managemen, yaitu managemen obyektifitas. Metode, materi dan tujuan pengajaran dirinci dalam prosedur Pengembangan Prosedur Sistem Intruksional(PPSI).
Pada kurikulum ini dikenal dengan istilah satuan pengajaran, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi, yaitu : petunjuk umum, Tujuan Intruksional Khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar dan evaluasi.
Kurikulum ini banyak menuai kritikan, dikarenakan guru terlalu disibukkan menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.

6.      Kurikulum 1984
Menjelang tahun 1983 antara kebutuhan atau tuntutan masyarakat dan ilmu pengetahuan/teknologi terhadap pendidikan dalam kurikulum 1975 dianggap tidak sesuai lagi. Oleh karena itu diperlukan perubahan kurikulum. Kurikulum 1984 tampil sebagai perbaikan atau revisi terhadap kurikulum 1975. Kurikulum 1984 memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a.       Berorientasi kepada tujuan instruksional. Didasari oleh pandangan bahwa pemberian pengalaman belajar kepada siswa dalam waktu belajar yang sangat terbatas di sekolah harus benar-benar fungsional dan efektif. Oleh karena itu, sebelum memilih atau menentukan bahan ajar, yang pertama harus dirumuskan adalah tujuan apa yang harus dicapai siswa dan melakukan pendekatan ketrampilan proses.
b.      Pendekatan pengajarannya berpusat pada anak didik melalui cara belajar siswa aktif (CBSA). CBSA merupakan salah satu cara pendekatan belajar-mengajar yang menuntut keaktifan dan partisipasi aktif baik fisik, intelektual dan emosional peserta didik seoptimal mungkin dapat mengubah perilakunya secara lebih efektif dan efisien.[4]
c.       Menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan latihan. Konsep-konsep yang dipelajari siswa harus didasarkan kepada pengertian, baru kemudian diberikan latihan setelah mengerti. Untuk menunjang pengertian alat peraga sebagai media digunakan untuk membantu siswa memahami konsep yang dipelajarinya.
d.      Materi disajikan berdasarkan tingkat kesiapan atau kematangan siswa. Pemberian materi pelajaran berdasarkan tingkat kematangan mental siswa dan penyajian pada jenjang sekolah dasar harus melalui pendekatan konkret, semikonkret, semiabstrak, dan abstrak dengan menggunakan pendekatan induktif dari contoh-contoh ke kesimpulan. Dari yang mudah menuju ke sukar dan dari sederhana menuju ke kompleks.

Tokoh penting dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny R. Seniawan, Kepala Pusat kurikulum Dekdiknas periode 1980-1986 yang juga Rektor IKIP Jakarta, sekarang Universitas Negeri Jakarta periode 1984-1992. Konsep CBSA yang elok secara teoritis dan bagus hasilny di sekolah-ssekolah yang diujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan secara nasional. Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang terlihat adalah suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini ada tempelan gambar, dan yang menyolok guru tak lagi mengajar model berceramah. Dengan adanya praktik semacam itu, mengakibatkan banyaknya penolakan yang bermunculan.[5]

7.      Kurikulum 1994 dan suplemen kurikulum 1999
Pada kurikulum sebelumnya, yaitu kurikulum 1984, proses pembelajaran menekankan pada pola pengajaran yang berorientasi pada teori belajar mengajar dengan kurang memperhatikan muatan (isi) pelajaran. Hal ini terjadi karena berkesesuaian suasana pendidikan di LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) pun lebih mengutamakan teori tentang proses belajar mengajar. Akibatnya, pada saat itu dibentuklah Tim Basic Science yang salah satu tugasnya ikut mengembangkan kurikulum di sekolah. Tim ini memandang bahwa materi (isi) pelajaran harus diberikan cukup banyak kepada siswa, sehingga siswa selesai mengikuti pelajaran pada periode tertentu akan mendapatkan materi pelajaran yang cukup banyak.
Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi pelajaran cukup banyak.
Usaha pemerintah maupun pihak swasta dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan terutama meningkatkan hasil belajar siswa dalam berbagai mata pelajaran terus menerus di lakukan seperti penyempurnaan kurikulum, materi pelajatan dan proses pembelajaran. Dengan di laksanakannya UU NO.22 dan 25 tahun 1999 tentang otonmomi daerah, sehingga sebagai konsekuensi logis harus terjadi juga perubahan struktural dalam penyelenggaraan pendidikan, maka bersamaan dengan hal tersebut terjadilal perubahan lagi pada kurikulum pendidikan.[6]

8.      Kurikulum 2004 (Kurikulum Berbasis Kompetensi)
Implementasi pendidikan di sekolah mengacu pada seperangkat kurikulum. Salah satu bentuk inovasi yang dikembangkan pemerintah guna meningkatkan mutu pendidikan adalah melakukan inovasi di bidang kurikulum. Kurikulum 1994 disempurnakan lagi sebagai respon terhadap perubahan struktural dalam pemerintahan dari sentralistik menjadi disentralistik sebagai konsekuensi logis dilaksanakannya UU No. 22 dan 25 tentang otonomi daerah.
Pada era ini kurikulum yang dikembangkan diberi nama Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). KBK adalah seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah (Depdiknas, 2002). Kurikulum ini menitik beratkan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performasi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan terhadap serangkat kompetensi tertentu. KBK diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap dan minat peserta didik, agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran, ketepatan dan keberhasilan dengan penuh tanggungjawab.
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) atau kurikulum 2014 adalah kurikulum dalam dunia pendidikan di Indonesia yang mulai diterapkan sejak tahun 2014 walau sudah ada sekolah yang mulai mengguanakan kurikulum ini sejak sebelum diterapkannya. Sebenarnya kurikulum ini tak berbeda dari kurikulum 1994, perbedaannya hanya pada cara para murid belajar di kelas.[7]

9.      Kurikulum 2006 (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)
Kurikulum ini dikatakan sebagai perbaikan dari KBK yang diberi nama Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). KTSP ini merupakan bentuk implementasi dari UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang dijabarkan ke dalam sejumlah peraturan antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan.[8]
Peraturan Pemerintah ini memberikan arahan tentang perlunya disusun dan dilaksanakan delapan standar nasional pendidikan, yaitu:
a.       Standar isi
b.      Standar proses
c.       Standar kompetensi lulusan
d.      Standar pendidik dan tenaga kependidikan
e.       Standar sarana dan prasarana
f.       Standar pengelolaan, standar pembiayaan
g.      Standar penilaian pendidikan

Secara substansial, pemberlakuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) lebih kepada mengimplementasikan regulasi yang ada, yaitu PP No. 19/2005. Akan tetapi, esensi isi dan arah pengembangan pembelajaran tetap masih bercirikan tercapainya paket-paket kompetensi (dan bukan pada tuntas tidaknya sebuah subject matter), yaitu:
a.       Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.
b.      Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
c.       Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
d.      Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.[9]

10.  Kurikulum 2013
Kurikulum 2013 atau Pendidikan Berbasis Karakter adalah kurikulum baru yang dicetuskan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI untuk menggantikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Kurikulum 2013 merupakan sebuah kurikulum yang mengutamakan pemahaman, skill, dan pendidikan berkarakter, siswa dituntut untuk paham atas materi, aktif dalam berdiskusi dan presentasi serta memiliki sopan santun disiplin yang tinggi.
Kurikulum ini menggantikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang diterapkan sejak 2006 lalu. Dalam Kurikulum 2013 mata pelajaran wajib diikuti oleh seluruh peserta didik di satu satuan pendidikan pada setiap satuan atau jenjang pendidikan. Mata pelajaran pilihan yang diikuti oleh peserta didik dipilih sesuai dengan pilihan mereka.Kedua kelompok mata pelajaran tersebut (wajib dan pilihan) terutama dikembangkan dalam struktur kurikulum pendidikan menengah (SMA dan SMK) sementara itu mengingat usia dan perkembangan psikologis peserta didik usia 7 – 15 tahun maka mata pelajaran pilihan belum diberikan untuk peserta didik SD dan SMP.[10]

C.    Orientasi Pengembangan Kurikulum Di Indonesia
 Orientasi Pengembangan kurikulum menurut Seller menyangkut enam aspek, yaitu:
1.     Tujuan pendidikan menyangkut arah kegiatan pendidikan. Artinya , hendak dibawa ke mana siswa yang kita didik itu.
2.     Pandangan tentang anak. Apakah anan dianggap sebagai organisme yang aktif atau pasif.
3.     Pandangan tentang proses pembelajaran. Apakah proses pembelajaran itu dianggap sebagai proses transformasi ilmu pengetahuan atau mengubah prilaku.
4.     Pandangan tentang lingkungan. Apakah lingkungan belajar harus dikelola secara formal, atau secara bebas yang dapat memungkinkan anak bebas belajar.
5.     Konsepsi tentang peran guru . Apakah guru harus berperan sebagai instruktur yang bersifat otoriter, atau guru dianggap sebagai fasilitator yang siap memberi bimbingan dan bantuan pada anak untuk belajar.
6.     Evaluasi belajar. Apakah mengukur keberhasilan ditentukan dengan tes atau nontes.[11]

Orientasi pengembangan kurikulum diartikan sebagai sebuah arah atau pendekatan yang memiliki penekanan tertentu pada suatu hal dalam mengembangkan kurikulum baik bagi para pengembang kurikulum maupun para pelaksana di sekolah.[12]

1.      Orientasi pada bahan pengajaran
Orientasi pada bahan pelajaran yakni masalah bahan pelajaran sangat di tekankan dan dijadikan pangkal kerja. Secara umum dapat dikatakan bahwa pendekatan ini mengajarkan materi pelajaran dahulu dan setelah itu menjabarkannya ke dalam pokok-pokok dan sub-sub pokok bahasan yang nantinya akan diajarkan kepada siswa.
Pertimbangan-pertimbangan dalam menentukan bahan-bahan pelajaran didasarkan pada:
a.    Penting atau tidaknya bahan pelajaran tersebut untuk diajarkan di sekolah tertentu.
b.   Manfaat dari bahan tersebut.
c.    Kerelevansianya dengan kebutuhan anak setelah nantinya terjun ke masyarakat.

Pengembangan kurikulum yang berorientasi pada bahan pelajaran yang dipentingkan adalah apa materi atau bahan yang disajikan, bukan pada apa tujuannya, sebab tujuan dapat ditentukan setelah jelas bahan pelajaranya.

Kelebihannya:
Adanya kebebasan dan keluwesan dalam memilih dan menentukan bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkan sebab tidak ada tujuan-tujuan yang membuatnya terikat.

Kelemahannya:
Bahan pelajaran yang disusun kurang jelas arah dan tujuannya. Kurang adanya pegangan yang pasti untuk menentukan cara atau metode yang cocok untuk dipakai menyajikan materi tersebut. Kurang jelas segi apa yang harus dinilai pada murid setelah berakhirnya kegiatan dan bagaimana cara menilainya.

2.      Orientasi pada tujuan
Pendekatan yang berorientasi pada tujuan ini, menempati rumusan atau penetapan tujuan yang hendak dicapai dalam posisi sentral, sebab tujuan adalah pemberi arah dalam pelaksanaan proses belajar mengajar. Seperti tertera pada Hirarki Tujuan Pendidikan Indonesia terdiri atas:
a.       Tujuan Nasional-Tujuan Pendidikan Nasional.
b.      Tujuan Institusional-Tujuan Kurikuler.
c.       Tujuan Instruksional, yang terbagi lagi menjadi Tujuan Instruksional umum, dan Tujuan Instruksional Khusus.

Masing-masing tujuan yang ada di bawahnya terkait secara langsung dengan tujuan yang ada di atasnya. Penyusunan kurikulum dengan orientasi berdasarkan tujuan, artinya bahwa tujuan pendidikan dicantumkan terlebih dahulu. Tujuan pendidikan di Indonesia tertera pada GBHN. Atas dasar tujuan-tujuan yang telah ada, selanjutnya ditetapkan pokok-pokok bahan pelajaran dan kegiatan belajar mengajar, yang kesemuanya itu diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan. Pengembangan kurikulum yang menganut pendekatan berorientasi pada tujuan ini mendasarkan diri pada tujuan-tujuan pendidikan yang telah dirumuskan secara jelas dari tujuan nasional sampai tujuan instruksional. Dalam hal ini kegiatan pertama adalah merumuskan tujuan-tujuan pendidikan yang akan dilaksanakan dan dicapai melalui kegiatan belajar mengajar mengajar.
Dalam pengembangan semacam ini yang menjadi persoalan adalah menentukan tujuan-tujuan atau harapan apa yang diinginkan dari tercapainya hasil pembelajaran tersebut. Pengembangan kurikulum yang semacam ini di Indonesia adalah kurikulum 1975. Berdasarkan tujuan yang dirumuskan tersebut maka disusun atau diterapkanlah bahan pelajaran yang meliputi pokok-pokok dan sub-sub pokok bahasan sehingga lebih terarah.

Kelebihannya:
a.       Tujuan yang ingin dicapai sudah jelas dan tegas, sehingga bahan, metode, jenis-jenis kegiatan juga jelas dalam menetapkannya. Karena telah ada tujuan-tujuan yang jelas maka memudahkan penilaian- penilaian untuk mengukur hasil kegiatan.
b.      Hasil penilaian yang terarah akan mampu membantu para pengembang kurikulum mengadakan perbaikan - perbaikan / perubahan - perubahan penyesuaian yang diperlukan.



Kekurangannya:
a.       Sulit
b.      Merumuskan, apalagi jika merumuskan secara operasional setiap kali melaksanakan kegiatan belajar mengajar.
3.      Orientasi pada keterampilan proses
Dalam pendekatan ini yang lebih di tekankan adalah masalah kegiatan proses belajar mengajar apa yang harus dilakukan siswa dan bagaimana cara melakukan proses harus di pikirkan dan dikembangkan. Keterampilan proses adalah pendekatan belajar mengajar yang memberi tekanan kepada proses pembentukkan keterampilan memperoleh pengetahuan dan mengkomunikasikan perolehannya. Pendekatan keterampilan proses diupayakan dilakukan secara efektif dan efesien dalam mencapai tujuan pelajaran. Titik berat yakni memikirkan, merencanakan, dan melaksanakan bagaimana, cara dan langkah-langkah agar siswa menguasai keterampilan serta memahami ilmu pengetahuan.
Pengembangan kurikulum di Indonesia yang menganut orientasi tersebut adalah kurikulum 1984. Pendekatan ini menurut keaktifan keduanya, baik guru maupun siswa. guru secara aktif merencanakan, memilih, menentukan, membimbing, menyerahi kegiatan, sedang siswa harus terlibat baik secara fisik, mental, maupun emosional, serta mereka harus menemukan sendiri, mengelola, mempergunakan serta mengkomunikasikan segala hal yang di temukan dalam proses belajar.

Kelebihan:
a.       Pendekatan lebih mengutamakan siswa dapat menguasai keterampilan “ bagaimana cara belajar” ( how learn to learn) daripada hasilnya.
b.      Dapat mempergunakan dan mengembangkan sendiri keterampilan yang telah didapat. Jadi dengan pendekatan ini diharapkan siswa akan berlatih mencari, menemukan, dan mengembangkan sendiri masalah-masalah pengetahuan, dalam hal ini guru harus menciptakan suasana yang baik dan diperlukan kemampuan untuk bertanya, membuat siswa aktif menjawab pertanyaan siswa serta mengorganisasi kelas.

Kekurangan:
Sulitnya mengorganisasi kelas, sebab dalam hal ini guru dituntut aktif secara dapat membuat siswa ikut aktif.


[1]Oemar Hamalik, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2011), h. 183-184
[2]Ibid, h. 184-185
 (diakses pada 26 April 2014)
[4]Subandijah, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 1996), h. 113
[7]Muhammad Rohman, Kurikulum Berkarakter, (Jakarata : Prestasi Pustaka, 2012), h. 75
[8]Ibid., h. 103
[12]Op. Cit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar