A. Pengertian Pengembangan Kurikulum
Pengembangan
kurikukulum adalah proses perencanaan kurikulum agar menghasilkan rencana
kurikulum yang luas dan spesifik. Proses ini berhubungan dengan seleksi dan
pengorganisasian berbagai komponen
situasi belajar –mengajar, antara lain penetapan jadwal pengorganisasian
kurikulum dan spesifikasi tujuan yang
disarankan, mata pelajaran, kegiatan, sumber dan alat pengukur pengembangan kurikulum yang mengacu pada
kreasi sumber-sumber unit, rencana unit, dan garis pelajaran kurikulim ganda
lainnya, untuk memudahkan proses belajar
mengajar.[1]
Berikut ini adalah
karakteristik dalam pengembangan kurikulum:
a.
Rencana
kurikukum harus dikembangkan dengan tujuan (goals dan general objectives ) yang
jelas. Salah satu maksud utama rencana kuikulum adalah mengindentifikasikan
cara untuk tercapainya tujuan.
b.
Suatu
program atau kegiatan yang dilaksanakan disekolah merupakan bagian dari
kurikulum yang dirancang selaras dengan prosedur pengembangan kurikulum.
c.
Rencana
kurikulum yang baik dapat menghasilkan terjadinya proses belajar yang baik,
karena berdasarkan kebutuhan dan minat siswa.
d.
Rencana
kurikulum harus mengenalkan dan mendorong diversitas diantara para pelajar.
Proses belajar akan menyenangkan jika rencana kurikulum menyediakan berbagai
kesempatan yang memungkinkan mereka mengembangkan potensi pribadi, melakukan
berbagai kegiatan , dan memanfaatkan berbagai sumber disekolah.
e.
Rencana
kurikulum harus menyiapkan semua aspek situasi belajar mengajar, seperti tujuan
, konten, aktifitas, sumber, alat pengukuran, penjadwalan, dan fasilitas yang
menunjang.
f.
Rencana
kurikulum harus dikembangkan sesuai dengan karakteristik siswa pengguna . oleh
karena itu, pengembangan kurikulum harus mengandung gagasan yang jelas tentang
tahapan kognitif, kebutuhan perkembangan, gaya belajar, prestasi awal, konsep
diri sebagai pelajar, dan lain-lain.
g.
The
subject arm approach adalah pendekatan kurikulum yang banyak digunakan
disekolah. Penggunaan pendekatan lain pada semua program sekolah juga
diperlukan, untuk menjaga keseimbangan dan memenuhi tujuan pendidikan yang luas
serta dipersitas kebutuhan dikalangan siswa.
h.
Rencana
kurikulum harus memberikan fleksibilitas untuk memungkinkan terjadinya
perencanaan guru-siswa memberi kesempatan bagi siswa untuk mempelajari
keterampilan perencanaan.
i.
Rencana
kurikulum harus memberikan fleksibilitas yang memungkinkan masuknya ide-ide
spontan selama terjadinya interaksi antara guru dan siswa dalam situasi belajar yang khusus.
j.
Rencana
kurikulum sebaiknnya merefleksikan
keseimbangan antara kognitif, afektif dan psikomotorik.[2]
B.
Sejarah
Perjalanan Orientasi Kurikulum di Indonesia
Indonesia
memproklamirkan kemerdekaannya dua tahun sebelum pendidikan di Indonesia di
katakan berjalan walaupun masih apa adanya. Pendidikan tidak akan lepas dari
prosesi pembelajaran yang harus dilalui dalam setiap jenjang pendidikan, atau
yang biasa disebut dengan kurikulum pendidikan. Begitu pula pada awal
berdirinya pendidikan di Indonesia, kurikulumnya pun masih bias dikatakan belum
rapi.Dari waktu kewaktu kurikulum pendidikan di Indonesia selalu berusaha untuk
disempurnakan, namun hingga saat ini pendidikan di Indonesia belum mendapatkan
formulasi kurikulum yang tepat dan pas.
Alangkah
baiknya kita melihat dulu perjalanan kurikulum pendidikan di Indonesia sebelum
mempunyai anggapan mengapa kegagalan selalu menghinggapi pendidikan di Indonesia.[3]
1.
Rencana
Pembelajaran Tahun 1947
Kurikulum
pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah leer plan.
Dalam bahasa Belanda, artinya rencana pelajaran, lebih popular ketimbang curriculum
(bahasa Inggris).Perubahan kisi-kisi pendidikan lebih bersifat politis: dari
orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Asas pendidikan
ditetapkan Pancasila. Rencana Pelajaran 1947 baru dilaksanakan sekolah-sekolah
pada 1950. Sejumlah kalangan menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali
dari Kurikulum 1950. Bentuknya memuat dua hal pokok: daftar mata pelajaran dan
jam pengajarannya, plus garis-garis besar pengajaran.
Rencana
Pelajaran 1947 mengurangi pendidikan pikiran. Yang diutamakan pendidikan watak,
kesadaran bernegara dan bermasyarakat, materi pelajaran dihubungkan dengan
kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani.
2.
Rencana
Pembelajaran Terurai Tahun 1952
Kurikulum
ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut Rencana Pelajaran Terurai
1952. “Silabus mata pelajarannya jelas sekali. seorang guru mengajar satu mata
pelajaran,” kata Djauzak Ahmad, Direktur Pendidikan Dasar Depdiknas periode
1991-1995. Ketika itu, di usia 16 tahun Djauzak adalah guru SD Tambelan dan
Tanjung Pinang, Riau.
Di
penghujung era Presiden Soekarno, muncul Rencana Pendidikan 1964 atau Kurikulum
1964. Fokusnya pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral
(Pancawardhana). Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang
studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan
jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan
fungsional praktis.
3.
Rencana
Pendidikan Tahun 1964
Awalnya pada
tahun 1947, kurikulum saat itu diberi nama Rentjana Pelajaran 1947. Pada saat
itu, kurikulum pendidikan di Indonesia masih dipengaruhi sistem pendidikan
kolonial Belanda dan Jepang,. Rentjana Pelajaran 1947 boleh dikatakan sebagai
pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda. Karena suasana kehidupan
berbangsa saat itu masih dalam semangat juang merebut kemerdekaan maka
pendidikan sebagai development conformism. Setelah Rentjana Pelajaran
1947, pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan, diberi
nama Rentjana Pelajaran Terurai 1952. Yang paling menonjol dan sekaligus ciri
dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi
pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Usai tahun 1952,
menjelang tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum di
Indonesia. Kali ini diberi nama Rentjana Pendidikan 1964. Pokok-pokok pikiran
kurikulum ini adalah bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat
pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran
dipusatkan pada program Pancawardhana, yaitu pengembangan moral, kecerdasan,
emosional/artistik, keprigelan dan jasmani.
4.
Kurikulum
1968
Kelahiran
kurikulum ini bernuansa politik, mengganti produk orde lama menjadi produk orde
baru. Tujuan kurikulum ini adalah pada pembentukan manusia pancasila sejati.
Kurikulum 1968 ini menekankan pendekatan organisaasi materi pelajaran, kelompok
pembinaan pancasila, pengetahuan dasar dan pengetahuan khusus. Jumlah materi
yang diajukan adalah 9 buah.
Kurikulum
ini disebut kurikulum bulat. Kurikulum yang hanya memuat mata pelajaran pokok
saja. Muatan pelajarannya-pun bersifat teoritis, tidak mengaitkan materi
pelajaran dengan permasalahan factual dilapangan. Titik tekan terberat hanya
pada materi apa yang tepat yang harus diberikan kepada siswa disetiap jenjang
yang harus dilalui.
5.
Kurikulum
1975
Kurikulum
1975 sebagai pengganti kurikulum 1968, menekankan pada tujuan agar pendidikan
lebih efektif dan efisien. Yang melatar belakangi berdirinya kurikulum ini adalah
pengaruh konsep managemen, yaitu managemen obyektifitas. Metode, materi dan
tujuan pengajaran dirinci dalam prosedur Pengembangan Prosedur Sistem
Intruksional(PPSI).
Pada
kurikulum ini dikenal dengan istilah satuan pengajaran, yaitu rencana pelajaran
setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi, yaitu : petunjuk
umum, Tujuan Intruksional Khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran,
kegiatan belajar-mengajar dan evaluasi.
Kurikulum
ini banyak menuai kritikan, dikarenakan guru terlalu disibukkan menulis rincian
apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.
6.
Kurikulum
1984
Menjelang tahun 1983 antara kebutuhan atau tuntutan masyarakat dan ilmu
pengetahuan/teknologi terhadap pendidikan dalam kurikulum 1975 dianggap tidak
sesuai lagi. Oleh karena itu diperlukan perubahan kurikulum. Kurikulum 1984
tampil sebagai perbaikan atau revisi terhadap kurikulum 1975. Kurikulum 1984
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a.
Berorientasi kepada tujuan
instruksional. Didasari oleh pandangan bahwa pemberian pengalaman belajar
kepada siswa dalam waktu belajar yang sangat terbatas di sekolah harus
benar-benar fungsional dan efektif. Oleh karena itu, sebelum memilih atau
menentukan bahan ajar, yang pertama harus dirumuskan adalah tujuan apa yang
harus dicapai siswa dan melakukan pendekatan ketrampilan proses.
b.
Pendekatan pengajarannya berpusat
pada anak didik melalui cara belajar siswa aktif (CBSA). CBSA merupakan salah
satu cara pendekatan belajar-mengajar yang menuntut keaktifan dan partisipasi
aktif baik fisik, intelektual dan emosional peserta didik seoptimal mungkin
dapat mengubah perilakunya secara lebih efektif dan efisien.[4]
c.
Menanamkan pengertian terlebih
dahulu sebelum diberikan latihan. Konsep-konsep yang dipelajari siswa harus
didasarkan kepada pengertian, baru kemudian diberikan latihan setelah mengerti.
Untuk menunjang pengertian alat peraga sebagai media digunakan untuk membantu
siswa memahami konsep yang dipelajarinya.
d.
Materi disajikan berdasarkan tingkat
kesiapan atau kematangan siswa. Pemberian materi pelajaran berdasarkan tingkat
kematangan mental siswa dan penyajian pada jenjang sekolah dasar harus melalui
pendekatan konkret, semikonkret, semiabstrak, dan abstrak dengan menggunakan
pendekatan induktif dari contoh-contoh ke kesimpulan. Dari yang mudah menuju ke
sukar dan dari sederhana menuju ke kompleks.
Tokoh penting dibalik lahirnya
Kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny R. Seniawan, Kepala Pusat kurikulum
Dekdiknas periode 1980-1986 yang juga Rektor IKIP Jakarta, sekarang Universitas
Negeri Jakarta periode 1984-1992. Konsep CBSA yang elok secara teoritis dan
bagus hasilny di sekolah-ssekolah yang diujicobakan, mengalami banyak deviasi
dan reduksi saat diterapkan secara nasional. Sayangnya, banyak sekolah kurang
mampu menafsirkan CBSA. Yang terlihat adalah suasana gaduh di ruang kelas
lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini ada tempelan gambar, dan yang menyolok
guru tak lagi mengajar model berceramah. Dengan adanya praktik semacam itu,
mengakibatkan banyaknya penolakan yang bermunculan.[5]
7.
Kurikulum
1994 dan suplemen kurikulum 1999
Pada kurikulum sebelumnya, yaitu
kurikulum 1984, proses pembelajaran menekankan pada pola pengajaran yang
berorientasi pada teori belajar mengajar dengan kurang memperhatikan muatan
(isi) pelajaran. Hal ini terjadi karena berkesesuaian suasana pendidikan di
LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) pun lebih mengutamakan teori
tentang proses belajar mengajar. Akibatnya, pada saat itu dibentuklah Tim
Basic Science yang salah satu tugasnya ikut mengembangkan kurikulum di
sekolah. Tim ini memandang bahwa materi (isi) pelajaran harus diberikan cukup
banyak kepada siswa, sehingga siswa selesai mengikuti pelajaran pada periode
tertentu akan mendapatkan materi pelajaran yang cukup banyak.
Kurikulum 1994 dibuat sebagai
penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang no. 2
tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem
pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem
caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi
tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima
materi pelajaran cukup banyak.
Usaha pemerintah maupun pihak swasta dalam
rangka meningkatkan mutu pendidikan terutama meningkatkan hasil belajar siswa
dalam berbagai mata pelajaran terus menerus di lakukan seperti penyempurnaan kurikulum, materi pelajatan
dan proses pembelajaran. Dengan di laksanakannya UU NO.22 dan 25 tahun 1999 tentang
otonmomi daerah, sehingga sebagai konsekuensi logis harus terjadi juga
perubahan struktural dalam penyelenggaraan pendidikan, maka bersamaan dengan
hal tersebut terjadilal perubahan lagi pada kurikulum pendidikan.[6]
8. Kurikulum 2004 (Kurikulum Berbasis Kompetensi)
Implementasi pendidikan di sekolah
mengacu pada seperangkat kurikulum. Salah satu bentuk inovasi yang dikembangkan
pemerintah guna meningkatkan mutu pendidikan adalah melakukan inovasi di bidang
kurikulum. Kurikulum 1994 disempurnakan lagi sebagai respon terhadap perubahan
struktural dalam pemerintahan dari sentralistik menjadi disentralistik sebagai
konsekuensi logis dilaksanakannya UU No. 22 dan 25 tentang otonomi daerah.
Pada era ini kurikulum yang
dikembangkan diberi nama Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). KBK adalah
seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang
harus dicapai siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar, dan pemberdayaan
sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah (Depdiknas, 2002).
Kurikulum ini menitik beratkan pada pengembangan kemampuan melakukan
(kompetensi) tugas-tugas dengan standar performasi tertentu, sehingga hasilnya
dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan terhadap serangkat
kompetensi tertentu. KBK diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman,
kemampuan, nilai, sikap dan minat peserta didik, agar dapat melakukan sesuatu
dalam bentuk kemahiran, ketepatan dan keberhasilan dengan penuh tanggungjawab.
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
atau kurikulum 2014 adalah kurikulum dalam dunia pendidikan di Indonesia yang
mulai diterapkan sejak tahun 2014 walau sudah ada sekolah yang mulai
mengguanakan kurikulum ini sejak sebelum diterapkannya. Sebenarnya kurikulum ini tak berbeda dari kurikulum 1994, perbedaannya hanya
pada cara para murid belajar di kelas.[7]
9.
Kurikulum
2006 (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)
Kurikulum ini dikatakan sebagai
perbaikan dari KBK yang diberi nama Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
KTSP ini merupakan bentuk implementasi dari UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional yang dijabarkan ke dalam sejumlah peraturan antara lain
Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan.[8]
Peraturan Pemerintah ini memberikan
arahan tentang perlunya disusun dan dilaksanakan delapan standar nasional
pendidikan, yaitu:
a.
Standar isi
b.
Standar proses
c.
Standar kompetensi lulusan
d.
Standar pendidik dan tenaga
kependidikan
e.
Standar sarana dan prasarana
f.
Standar pengelolaan, standar
pembiayaan
g.
Standar penilaian pendidikan
Secara substansial, pemberlakuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
lebih kepada mengimplementasikan regulasi yang ada, yaitu PP No. 19/2005. Akan
tetapi, esensi isi dan arah pengembangan pembelajaran tetap masih bercirikan tercapainya
paket-paket kompetensi (dan bukan pada tuntas tidaknya sebuah subject matter),
yaitu:
a.
Menekankan pada ketercapaian
kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.
b.
Berorientasi pada hasil belajar
(learning outcomes) dan keberagaman.
c.
Sumber belajar bukan hanya guru,
tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
d.
Penilaian menekankan pada proses dan
hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.[9]
10.
Kurikulum
2013
Kurikulum 2013 atau Pendidikan
Berbasis Karakter adalah kurikulum
baru yang dicetuskan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI untuk menggantikan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan. Kurikulum 2013 merupakan sebuah kurikulum yang mengutamakan
pemahaman, skill, dan pendidikan
berkarakter, siswa dituntut untuk paham atas materi, aktif dalam berdiskusi dan
presentasi serta memiliki sopan santun disiplin yang tinggi.
Kurikulum ini menggantikan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan yang diterapkan sejak 2006 lalu. Dalam Kurikulum 2013
mata pelajaran wajib diikuti oleh seluruh peserta didik di satu satuan
pendidikan pada setiap satuan atau jenjang pendidikan. Mata pelajaran pilihan
yang diikuti oleh peserta didik dipilih sesuai dengan pilihan mereka.Kedua
kelompok mata pelajaran tersebut (wajib dan pilihan) terutama dikembangkan
dalam struktur kurikulum pendidikan menengah (SMA dan SMK) sementara itu
mengingat usia dan perkembangan psikologis peserta didik usia 7 – 15 tahun maka
mata pelajaran pilihan belum diberikan untuk peserta didik SD dan SMP.[10]
C.
Orientasi Pengembangan Kurikulum Di Indonesia
Orientasi Pengembangan kurikulum
menurut Seller menyangkut enam aspek, yaitu:
1.
Tujuan
pendidikan menyangkut arah kegiatan pendidikan. Artinya , hendak dibawa ke mana
siswa yang kita didik itu.
2.
Pandangan tentang anak. Apakah anan
dianggap sebagai organisme yang aktif atau pasif.
3.
Pandangan tentang proses
pembelajaran. Apakah proses pembelajaran itu dianggap sebagai proses
transformasi ilmu pengetahuan atau mengubah prilaku.
4.
Pandangan tentang lingkungan. Apakah
lingkungan belajar harus dikelola secara formal, atau secara bebas yang dapat
memungkinkan anak bebas belajar.
5.
Konsepsi tentang peran guru . Apakah
guru harus berperan sebagai instruktur yang bersifat otoriter, atau guru
dianggap sebagai fasilitator yang siap memberi bimbingan dan bantuan pada anak
untuk belajar.
Orientasi pengembangan kurikulum diartikan sebagai sebuah arah atau
pendekatan yang memiliki penekanan tertentu pada suatu hal dalam mengembangkan
kurikulum baik bagi para pengembang kurikulum maupun para pelaksana di sekolah.[12]
1.
Orientasi pada bahan pengajaran
Orientasi pada bahan pelajaran yakni
masalah bahan pelajaran sangat di tekankan dan dijadikan pangkal kerja. Secara
umum dapat dikatakan bahwa pendekatan ini mengajarkan materi pelajaran dahulu
dan setelah itu menjabarkannya ke dalam pokok-pokok dan sub-sub pokok bahasan
yang nantinya akan diajarkan kepada siswa.
Pertimbangan-pertimbangan dalam
menentukan bahan-bahan pelajaran didasarkan pada:
a.
Penting atau tidaknya bahan
pelajaran tersebut untuk diajarkan di sekolah tertentu.
b.
Manfaat dari bahan tersebut.
c.
Kerelevansianya dengan kebutuhan
anak setelah nantinya terjun ke masyarakat.
Pengembangan kurikulum yang berorientasi pada bahan pelajaran yang
dipentingkan adalah apa materi atau bahan yang disajikan, bukan pada apa
tujuannya, sebab tujuan dapat ditentukan setelah jelas bahan pelajaranya.
Kelebihannya:
Adanya
kebebasan dan keluwesan dalam memilih dan menentukan bahan atau materi pelajaran
yang akan diajarkan sebab tidak ada tujuan-tujuan yang membuatnya terikat.
Kelemahannya:
Bahan pelajaran yang disusun kurang jelas arah dan
tujuannya. Kurang adanya pegangan yang pasti untuk menentukan cara atau metode
yang cocok untuk dipakai menyajikan materi tersebut. Kurang jelas segi apa yang
harus dinilai pada murid setelah berakhirnya kegiatan dan bagaimana cara
menilainya.
2.
Orientasi pada tujuan
Pendekatan yang berorientasi pada
tujuan ini, menempati rumusan atau penetapan tujuan yang hendak dicapai dalam
posisi sentral, sebab tujuan adalah pemberi arah dalam pelaksanaan proses
belajar mengajar. Seperti tertera pada Hirarki Tujuan Pendidikan Indonesia
terdiri atas:
a.
Tujuan Nasional-Tujuan Pendidikan
Nasional.
b.
Tujuan Institusional-Tujuan
Kurikuler.
c.
Tujuan Instruksional, yang terbagi
lagi menjadi Tujuan Instruksional umum, dan Tujuan Instruksional Khusus.
Masing-masing tujuan yang ada di
bawahnya terkait secara langsung dengan tujuan yang ada di atasnya. Penyusunan
kurikulum dengan orientasi berdasarkan tujuan, artinya bahwa tujuan pendidikan
dicantumkan terlebih dahulu. Tujuan pendidikan di Indonesia tertera pada GBHN.
Atas dasar tujuan-tujuan yang telah ada, selanjutnya ditetapkan pokok-pokok
bahan pelajaran dan kegiatan belajar mengajar, yang kesemuanya itu diarahkan
untuk mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan. Pengembangan kurikulum yang
menganut pendekatan berorientasi pada tujuan ini mendasarkan diri pada
tujuan-tujuan pendidikan yang telah dirumuskan secara jelas dari tujuan
nasional sampai tujuan instruksional. Dalam hal ini kegiatan pertama adalah
merumuskan tujuan-tujuan pendidikan yang akan dilaksanakan dan dicapai melalui
kegiatan belajar mengajar mengajar.
Dalam pengembangan semacam ini yang
menjadi persoalan adalah menentukan tujuan-tujuan atau harapan apa yang
diinginkan dari tercapainya hasil pembelajaran tersebut. Pengembangan kurikulum
yang semacam ini di Indonesia adalah kurikulum 1975. Berdasarkan tujuan yang
dirumuskan tersebut maka disusun atau diterapkanlah bahan pelajaran yang
meliputi pokok-pokok dan sub-sub pokok bahasan sehingga lebih terarah.
Kelebihannya:
a.
Tujuan yang ingin dicapai sudah
jelas dan tegas, sehingga bahan, metode, jenis-jenis kegiatan juga jelas dalam
menetapkannya. Karena telah ada tujuan-tujuan yang jelas maka memudahkan
penilaian- penilaian untuk mengukur hasil kegiatan.
b.
Hasil penilaian yang terarah akan
mampu membantu para pengembang kurikulum mengadakan perbaikan - perbaikan /
perubahan - perubahan penyesuaian yang diperlukan.
Kekurangannya:
a.
Sulit
b. Merumuskan,
apalagi jika merumuskan secara operasional setiap kali melaksanakan kegiatan
belajar mengajar.
3.
Orientasi
pada keterampilan proses
Dalam pendekatan ini yang lebih di
tekankan adalah masalah kegiatan proses belajar mengajar apa yang harus
dilakukan siswa dan bagaimana cara melakukan proses harus di pikirkan dan
dikembangkan. Keterampilan proses adalah pendekatan belajar mengajar yang
memberi tekanan kepada proses pembentukkan keterampilan memperoleh pengetahuan
dan mengkomunikasikan perolehannya. Pendekatan keterampilan proses diupayakan
dilakukan secara efektif dan efesien dalam mencapai tujuan pelajaran. Titik
berat yakni memikirkan, merencanakan, dan melaksanakan bagaimana, cara dan
langkah-langkah agar siswa menguasai keterampilan serta memahami ilmu
pengetahuan.
Pengembangan kurikulum di Indonesia
yang menganut orientasi tersebut adalah kurikulum 1984. Pendekatan ini menurut
keaktifan keduanya, baik guru maupun siswa. guru secara aktif merencanakan,
memilih, menentukan, membimbing, menyerahi kegiatan, sedang siswa harus
terlibat baik secara fisik, mental, maupun emosional, serta mereka harus
menemukan sendiri, mengelola, mempergunakan serta mengkomunikasikan segala hal
yang di temukan dalam proses belajar.
Kelebihan:
a.
Pendekatan lebih mengutamakan siswa
dapat menguasai keterampilan “ bagaimana cara belajar” ( how learn to learn)
daripada hasilnya.
b.
Dapat mempergunakan dan
mengembangkan sendiri keterampilan yang telah didapat. Jadi dengan pendekatan
ini diharapkan siswa akan berlatih mencari, menemukan, dan mengembangkan
sendiri masalah-masalah pengetahuan, dalam hal ini guru harus menciptakan
suasana yang baik dan diperlukan kemampuan untuk bertanya, membuat siswa aktif
menjawab pertanyaan siswa serta mengorganisasi kelas.
Kekurangan:
Sulitnya mengorganisasi kelas, sebab dalam hal ini
guru dituntut aktif secara dapat membuat siswa ikut aktif.
[1]Oemar
Hamalik, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, (Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, 2011), h. 183-184
(diakses pada
26 April 2014)
[4]Subandijah,
Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 1996), h. 113
[7]Muhammad Rohman, Kurikulum Berkarakter,
(Jakarata : Prestasi Pustaka, 2012), h. 75
[12]Op. Cit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar