bisnis online

Kamis, 12 Juni 2014

Metode Langsung


A.    Latar Belakang Munculnya Metode Langsung (Direct Method)
Metode langsung (al-thariqah al-mubasyiroh/ direct method) dikembangkan oleh Carles Berlitz, seorang ahli dalam pengajaran bahasa di Jerman menjelang abad ke-19. Faktor kemunculannya dilatar belakangi oleh penolakan atau ketidakpuasan terhadap metode tata bahasa dan terjemah. Pada saat itu memang metode tata bahasa dan terjemah merupakan metode pengajaran bahasa kedua dan asing yang populer. Akan tetapi di tengah kepopulerannya muncul banyak ketidak puasan dibanyak kalangan, sehingga muncullah kritik bahkan penolakan terhadap metode ini. Secara lebih rinci faktor-faktor itu adalah :
a.       Pada saat penduduk eropa semakin bertambah, tingkat komunikasi mereka semakin kompleks. Hal ini mengakibatkan kebutuhan mereka untuk menguasai satu bahasa ( misal, bahasa Inggris) sebagai Lingua Franca secara aktif dan produktif semakin mendesak. Buku-buku sumber yang ditemukan pada waktu itu kurang memuaskan mereka, karena pada umumnya tidak mengajarkan penggunaan bahasa tujuan secara praktis dan efektif, melainkan berbicara tentang bahasa tujuan.
b.      Dibeberapa negara Eropa pada waktu itu, pendekatan-pendekatan baru pada pengajaran bahasa tujuan yang dicetuskan oleh para ahli pengajaran bahasa secara terpisah-pisah memberikan ide kepada guru bahasa tujuan untuk mengangkat metode lain yang dipandang lebih baik untuk mengajarkan bahasa tujuan. Hal ini membuka jalan mereka untuk memunculkan metode langsung.
 Meskipun metode langsung merupakan reaksi kuat terhadap metode tata bahasa dan terjemah, namun orang-orang telah lebih dulu menggunakannya dalam mengajarkan bahasa asing. Nababan (1993:15) menyebutkan bahwa penggunaanya telah berlangsung sekitar abad ke-15 ketika para pemuda Romawi diberi pelajaran bahasa Yunani oleh guru-guru bahasa dari Yunani. Namun penggunaan metode langsung pada waktu itu tidak benar-benar sebagai metode langsung, “kelangsungannya” dapat dikatakan tidak murni seratus persen, sebab dalam beberapa hal masih menggunakan bahasa ibu dan kedua. Baru mulai tahun 1920-an, beberapa ahli pengajaran yang secara terpisah menggunakan metode langsung secara murni dan sistematis.[1]
Metode ini dikembangkan atas dasar asumsi bahwa proses belajar bahasa kedua atau bahasa asing sama dengan belajar bahasa ibu. Juga didasarkan atas asumsi yang bersumber dari hasil-hasil kajian psikologi asosiatif. Berdasarkan kedua asumsi tersebut, pengajaran bahasa khususnya pengajaran kata dan kalimat harus dihubungkan langsung dengan benda, sampel, atau gambarnya, atau melalui peragaan, permainan peran, dan lain sebagainya. Dalam metode ini, pembelajar harus dibiasakan berpikir dalam bahasa target, oleh karena itu penggunaan bahasa ibu dihindari sama sekali.[2]

B.     Pengertian Metode Langsung (Direct Method)
Direct artinya langsung. Direct method atau metode langsung yaitu suatu cara menyajikan materi pelajaran Bahasa Asing di mana guru langsung menggunakan Bahasa Asing tersebut sebagai bahasa pengantar, dan tanpa menggunakan bahasa anak didik sedikitpun dalam mengajar. Jika ada suatu kata-kata yang sulit dimengerti anak didik, guru dapat mengartikan dengan menggunakan alat peraga, mendemonstrasikan, menggambarkan dan lain-lain.
Metode ini berpijak dari pemahaman, pengajarkan bahasa asing tidak sama halnya sama mengajar ilmu pasti atau ilmu alam. Jika mengajar ilmu pasti, siswa dituntut agar dapat menghafal rumus-rumus tertentu, berfikir dan mengingat, dalam pengajaran bahasa, siswa atau anak didik dilatih praktik langsung mengucapkan kata-kata atau kalimat-kalimat tertentu.
Demikianlah halnya kalau kita perhatikan seorang ibu mengajarkan bahasa kepada anak-anaknya mula-mula dengan melatih anak-anaknya langsung dengan mengajarinya menuntunnya mengucapkan kata per-kata, kalimat per-kalimat dan anaknya menurutinya meskipun dilihat terasa lucu. Misalnya ibunya mengajar “Ayah” maka anaknya menyebut “Aah” dan seterusnya. Namun kelamaan si anak mengenali kata-kata itu dan akhirnya ia mengerti pula tentang maksudnya.
Pada prinsipnya, metode langsung (direct method) ini sangat utama dalam mengajar bahasa asing, karena melalui metode ini siswa langsung dapat melatih kemahiran lidah tanpa menggunakan bahasa ibu (bahasa lingkungannya). Meskipun pada mulanya terlihat sulit anak didik untuk menirukannya, tetapi metode ini menarik bagi anak didik.

C.    Ciri-ciri Metode Langsung
1.      Materi pelajaran pertama-tama diberikan kata demi kata, kemudian struktur kalimat.
2.      Gramatika yang diajarkan hanya bersifat sambil lalu, dan siswa tidak dituntut menghafal rumus-rumus gramatika, tetapi yang utama adalah siswa mampu mengucapkan bahasa asing secara baik.
3.      Dalam proses pengajaran senantiasa menggunakan alat bantu (alat peraga) baik alat peraga langsung, tidak langsung (benda tiruan) maupun peragaan melalui simbol-simbol atau gerakan-gerakan tertentu.
4.      Setelah masuk kelas, siswa atau anak didik benar-benar dikondisikan untuk menerima dan bercakap-cakapdalam bahasa asing dan dilarang menggunakan bahasa lain.

D.    Desain Metode Langsung
1.      Tujuan (Umum dan Khusus)
Para guru yang menggunakan metode langsung bertujuan agar para siswa bisa mempelajari bagaimana caranya berkomunikasi dalam bahasa sasaran. Untuk bisa melakukan hal tersebut dengan sukses, penting bagi para siswa untuk belajar berpikir dalam bahasa sasaran.
2.      Model Silabus
Silabus yang digunakan dalam metode langsung didasarkan pada berbagai situasi (seperti: satu unit akan berisi dari ungkapan-ungkapan yang digunakan di bank dan unit yang lain berisi ungkapan-ungkapan ketika berbelanja) atau berbagai topik (seperti:geografi, uang, atau cuaca). Tata bahasa diajarkan secara induktif; yaitu para siswa diperkenalkan dengan contoh-contoh terlebih dahulu lalu mereka berusaha memahami kaidah-kaidah atau generalisasi kaidah yang berada di balik contoh-contoh tersebut. Para siswa mempratikkan kosakata dengan menggunakan kata-kata baru tersebut dalam kalimat-kalimat lengkap. Dengan demikian pemilihan materi ajar lebih ditekankan pada pengajaran kosakata daripada tata bahasa.
3.      Jenis Kegiatan Pembelajaran
Meskipun perhatian terhadap keempat keterampilan berbahasa (membaca, menulis, berbicara, dan mendengarkan) terjadi sejak awal, tetapi komunikasi lisan dianggap sebagai dasar. Dengan demikian, latihan membaca dan menulis didasarkan pada latihan membaca dan menulis didasarkan pada latihan lisan yang telah dipratikkan terlebih dahulu oleh siswa. Pelafalan yang benar juga mendapatkan perhatian sejak awal pelajaran.
Kemampuan berbahasa yang lebih diutamakan adalah kemampuan berbicara bukan kemampuan menulis. Oleh karena itu, para siswa belajar berbicara sehari-hari dengan wajar dalam bahasa sasaran. Mereka juga mempelajari budaya dan sejarah masyarakat penutur bahasa sasaran. Mereka juga mempelajari budaya dan sejarah masyarakat penutur bahasa sasaran, geografi negeri atau negara-negara di mana bahasa itu digunakan sebagai bahasa percakapan, dan informasi tentang kehidupan sehari-hari para pembicara bahasa sasaran.
Guru-guru yang menggunakan metode ini berkeyakinan bahwa siswa perlu menghubungkan makna dan bahasa sasaran secara langsung. Untuk melakukan hal ini, ketika guru memperkenalkan suatu kata atau frasa baru, ia akan mendemonstrasikan maknanya melalui pemakaian realita, gambar-gambar, atau pantomim, ia tidak pernah menerjemahkannya ke dalam bahasa siswa. Bahasa ibu tidak boleh digunakan di dalam kelas. Para siswa berbicara sebagian besar dalam bahasa sasaran dan mereka berkomunikasi seolah-olah mereka dalam situasi dan topik yang riil.
4.      Peranan Guru, Siswa dan Bahan Ajar
Meskipun guru mengarahkan aktivitas di kelas, peran siswa lebih aktif dibandingkan peran mereka dalam metode tata bahasa- terjemah. Dalam metode ini, guru dan siswa seperti mitra dalam pembelajaran, di samping berfungsi sebagai sebagai seorang mitra, guru juga adalah seorang fasilitator, ia menunjukkan kepada para siswa apa kesalahan yang mereka lakukan dan bagaimana cara mengoreksi kesalahan tersebut.
Interaksi kelas pembelajaran berasal dari kedua belah pihak, dari guru kepada para siswa dan sebaliknya, dari siswa kepada guru, meskipun inisiasi dari siswa sering berada dalam pengarahan guru. Para siswa juga berbicara antara yang satu dengan yang lain.
Evaluasi dalam metode langsung dilakukan lebih banyak secara informal, para siswa diminta untuk menggunakan bahasa, bukan untuk menunjukkan pengetahuan mereka sekitar bahasa. Mereka diminta untuk melakukannya baik dengan keterampilan lisan maupun tulisan. Sebagai contoh, para siswa bisa jadi diwawancarai secara lisan oleh guru atau boleh jadi diminta untuk menulis suatu alinia tentang sesuatu yang sudah mereka pelajari. [3]

E.     Langkah-langkah Penggunaan Metode Langsung
Langkah-langkah penyajian dalam metode ini bisa bervariasi, namun secara umum adalah sebagai berikut:
1.      Guru memulai penyajian materi secara lisan, mengucapkan satu kata dengan menunjuk bendanya atau gambar benda itu, meragakan sebuah gerakan atau mimik wajah. Pelajar menirukan berkali-kali sampai benar pelafalannya dan faham maknanya.
2.      Latihan berikutnya berupa tanya jawab dengan kata tanya “ma, hal, ayna” dan sebagainya, sesuai dengan tingkat kesulitan pelajaran, berkaitan dengan kata-kata yang telah disajikan. Model interaksi bervariasi, biasanya dimulai dengan klasikal, kemudian kelompokan dan akhirnya individual, baik guru maupun siswa.
3.      Setelah guru yakin bahwa siswa menguasai materi yang disajikan, baik dalam pelafalan maupun pemahaman makna, siswa diminta membuka buku teks. Guru memberikan contoh bacaan yang benar kemudian siswa diminta membaca secara bergantian.
4.      Kegiatan berikutnya adalah menjawab secara lisan pertanyaan atau latihan yang ada dalam buku, dilanjutkan dengan mengerjakannya secara tertulis.
5.      Bacaaan umum yang sesuai dengan tingkatan siswa diberikan sebagai tambahan, misalnya berupa cerita humur, cerita yang mengandung hikmah, dan bacaan yang mengandung ungkapan-ungkapan indah. Karena pendek dan menarik, biasanya siswa menghafanya diluar kepala.
6.      Tatabahasa diberikan pada tingkat tertentu secara induktif.
7.      Siswa didirong untuk berani berbicara tidak perlu takut salah.

F.     Contoh Materi
Contoh dibawah ini dikutip dari buku Durus al-Lughah al-Arabiyah Jilid Satu, oleh Imam Zarkasyi dan Imam Syubani yang dipakai di Pondok Modern Gontor.
تلك سبّورة
هذه مسطرة
ما هذه؟
تلك نافذة
هذه طلاّسة
ما هذه؟
تلك منشّة
هذه كرّاسة
ما هذه؟
تلك كرّاسة
هذه كرّاسة
ما هذه؟
تلك ممحاة
هذه ممحاة
ما هذه؟
تلك سبّورة
هذه سبّورة
ما هذه؟ 
نعم، هذه منشّة

أهذه منشّة؟
نعم، هذه نافذة

أهذه نافذة؟

Sebagaimana disebutkan dimuka, dalam metode langsung penggunaan bahasa ibu sangat dihindari. Oleh karena itu, materi disusun sedemikian rupa sehingga memungkinkan guru melakukan paragaan dan penunjukan langsung benda asli, gambar atau model (tiruan benda) ketika mengenalkan mufradat dan struktur kalimat yang baru.
Dalam metode ini, untuk tingkat pemula, nahwu tidak diajarkan secara khusus, tapi melalui apa yang disebut dengan al-nahwu al-wazhifi (nahwu fungsional) seperti dalam contoh berikut (dicuplik dari buku yang sama).
طويل --------- أطول
         
كبير -------- أكبر
قويّ -------- أقوى
         
واسع --------- أوسع
          
Dalam contoh diatas, materi nahwu mengenai isim tafdhil tidak dijelaskan definisinya atau cara-cara pembentukannya, tapi langsung pada contoh-contoh dan dilatihkan pemakaiannya dalam kalimat. Pada tingkat berikutnya (pra-menengah atau menengah), qawaid bisa diajarkan berdiri sendiri sebagai sebuah mata pelajaran tapi dengan cara induktif, yaitu dimulai dengan contoh-contoh penjelasan, kemudian kesimpulan kaidah, dan diakhiri dengan latihan-latihan. Salah satu buku yang banyak digunakan adalah al-Nahwu al-Wadhih oleh Ali al-Jarim dan Musthafa Amin terbitan Dar-al-Ma’arif Kairo.[4]

G.    Metode Langsung dilihat dari segi efektifitasnya memiliki keunggulan dan kekurangan, antara lain:
1.      Keunggulannya:
a.       Siswa termotivasi untuk dapat menyebutkan dan mengerti kata-kata kalimat dalam bahasa asing yang diajarkan oleh gurunya, apalagi guru menggunakan alat peraga dan macam-macam media yang menyenangkan.
b.      Siswa memperoleh pengalaman langsung dan praktis, sekalipun mula-mula kalimat yang diucapakan itu belum dimengerti dan dipahami sepenuhnya.
c.       Alat ucap (lidah) anak didik menjadi terlatih jika menerima ucapan-ucapan yang semula sering terdengar dan terucapkan. [5]
d.      Dengan banyaknya peragaan/demonstrasi, gerakan, penggunaan gambar, bahkan belajar dialam nyata para pelajar bias mengetahui banyak kosa kata.
e.       Para pelajar mendapat banyak latihan dalam bercakap-cakap, khususnya mengenai topik-topik yang sudah dilatih dalam kelas. Hal ini dapat membantu mereka dalam menganalogikan pola-pola percakapan dalam tospik-topik lain.
2.      Kekurangannya:
a.       Peserta didik lemah dalam kemampuan membaca karena yang ditekankan adalah ketrampilan berbahasa lisan.
b.      Memerlukan guru yang ideal dalam ketrampilan berbicara dan kelincahan dalam penyajian pelajaran.[6]
c.       Metode ini menghindari penggunaan bahasa ibu dan bahasa kedua atau terjemahan. Hal ini justru bisa menghambat kemajuan pelajar, sebab banyak waktu dan tenaga terbuang dalam menerangkan kata abstrak (tak bisa diragakan atau gambarkan) atau konsep tertentu dalam bahasa asing. Padahal jika diterjemahkan akan memakan waktu sebentar saja.
d.      Melihat poin nimor empat diatas, kesalahan penafsiran makna dalam bahasa asing yang dipelajari bisa terjadi. Sementara itu kesalahan yang keluar dari guru akan sulit diketahui dibandingkan dengan kesalahan yang keluar dari pelajar, sebab jika pelajar melakukan kesalahan dalam pol-pola tertentu maka dapat dideteksi segera.
e.       Jika dicermati konsep yang mengatakan bahwa pemerolehan bahasa ibu dengan bahasa kedua dan bahasa asing itu sama, maka secara psikologis konsep ini tidak memiliki dasar teori yang kuat. [7]


[1] Acep, Hermawan, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA, Cet. I, 2011, Hal. 175-176
[2] Ahmad Fuad Effendy, Metodologi Pengajaran Bahasa Arab, Malang: Misykat, Cet-5, 2012, Hal. 47
[3] Aziz Fachrurrazi & Erta Mahyudin, Pembelajaran Bahasa Asing Metode Tradisional dan Kontemporer, (Jakarta: Bania Publishing, 2010), hlm. 55-56
[4] Ahmad Fuad Effendy, Metodologi, Hal. 49.
[5] Drs. H. Ahmad, Izzan, M.Ag., Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, Bandung: HUMANIORA, Cet. IV, 2011, Hal. 86-87
[6] Ulin, Nuha, Metodologi Super Efektif Pembelajaran Bahasa Arab, Jogjakarta: DIVA Press, Cet. I, 2012, Hal. 175
[7] Acep, Hermawan, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, Hal. 183

Tidak ada komentar:

Posting Komentar